1. Menurut Slameto (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar, yaitu:
a.
Faktor
Internal
Faktor
internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor
fisiologis dan psikologis.
1.
Faktor fisiologis
Pertama keadaan
tonus jasmani, Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas
belajar seseorang. Kondisi fisi yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh
positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang
lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh
karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada
usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk
menjaga kesehatan Jasmani antara lain adalah:
-Menjaga pola
makan yang sehat
-Rajin
berolahraga agar tubuh selalu bugar dan sehat, dan
-Istirahat
yang cukup dan sehat.
Kedua,
keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran
fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama
pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas
belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu
masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga
manusia dapat mengenal dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran besar dalam
aktivitas belajar adalah mata dan telinga.
2. Faktor
psikologis
Faktor-faktor
psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses
belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar
adalah sebagai berikut:
a. Motif
Motif
merupakan hal yang penting dalam manusia bertindak. Dengan motif yang kuat,
individu akan berusaha untuk menghadapi tugas yang telah ditentukan. Apabila
anak mempunyai motif yang cukup kuat untuk belajar maka ia akan berusaha agar
dapat belajar dengan sebaik-baiknya.
b. Bakat
Faktor
psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum,
bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial
yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang
(Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat
sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Secara
sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut
Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan
ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan
perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
c. Konsentrasi
dan perhatian
Agar
proses belajar dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya maka diperlukan
konsentrasi yang baik atas materi yang sedang dipelajari. Seluruh perhatian
harus dicurahkan kepada apa yang dipelajari. Apabila tidak ada konsentrasi maka
apa yang dipelajari itu tidak kan masuk ke ingatan dengan baik. Banyak anak
yang keihatannya belajar, tetapi karena perhatiannya tidak terkonsentrasi pada
apa yang dipelajari maka ia tidak tauhu apa yang sedang ia pelajari itu.
d. Natural curiosity
Hal
ini berhubungan dengan motif individu. Natural
curiosity ialah keinginan untuk mengetahui secara alami. Kalau dalam diri
anak sudah terselip rasa ingin tahu, ini berarti bahwa anak memiliki dorongan
atau motif untuk mengetahui apa hakikat dari mata pelajaran yang dipelajarinya itu.
e. Balance personality (pribadi
yang seimbang)
Apabila
individu telah memiliki pribadi yang seimbang maka individu akan dapat
menyesuaikan diri dengan situasi disekitarnya dengan baik. Apabila keadaan
pribadinya terganggu terutama dalam segi emosinya maka hal itu akan memengaruhi
ndividu dalam menghadapi persoalan, termauk dalam belajar. Oleh karena itu,
perlu ada penjagaan yang sebaik-baiknya, jangan sampai anak mengalami gangguan
dalam pribadinya.
f. Self confidence
Self confidence yaitu
kepercayaan kepada diri sendiri bahwa dirinya juga mempunyai kemampuan seperti
teman-temannya untuk mencapai prestasi yang baik.
g. Self discipline
Ini
merupakan disiplin terhadap diri sendiri. Self
dicipline ini harus ditanamkan dan dimiliki oleh tiap-tiap individu.
Walaupun mempunyai rencana belajar yang baik, namun hal itu akan tetap tinggal
rencana kalau tidak ada disiplin diri.
h. Kecerdasan/intelegensi
siswa
Pada umumnya
kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan
atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan
demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi
juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan,
tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena
fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari
hampir seluruh aktivitas manusia. Ingatan
i.
Motivasi
Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang
aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin,
1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Menurut
Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk
belajar antara lain adalah:
1.
Dorongan ingin tahu dan ingin
menyelediki dunia yang lebih luas,
2. Adanya sifat
positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju,
3. Adanya
keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari
orang- orang penting, misalkan orangtua, saudara, guru, atau
teman-teman dll.
4. Adanya
kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi
dirinya, dan lain-lain,
5. Adanya
keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik
dengan koperasi maupun kompetisi,
6. Adanya
keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran, dan
7. Adanya
ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.
j.
Sikap
Dalam proses
belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya.
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk
mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang,
peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003)
b.
Faktor Eksternal
Dalam hal ini, Syah (2003)
menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor
lingkungan nonsosial.
1. Lingkungan sosial
Lingkungan
sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan
belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak
rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas
belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau
adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
Lingkungan
sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas
dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara
ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di
sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami
bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan
mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan
yang tidak sesuai dengan bakatnya.
Lingkungan
sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal
siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak
pengangguran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa,
paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau
meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
2.
Lingkungan nonsosial.
Faktor faktor yang termasuk lingkungan
nonsosial adalah:
a.
Faktor alamiah, seperti kondisi
udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu
silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang.
Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi
aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak
mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
b.
Faktor instrumental, yaitu
perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti
gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga.
Contohnya, letak sekolah atau tempat belajar harus memenuhi syarat-syarat
seperti di tempat yang tidak terlalu dekat kepada kebisingan atau jalan ramai,
lalu bangunan itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.
c.
Faktor materi pelajaran (yang
diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia
perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan
dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus
menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan
sesuai dengan kondisi siswa.
2. Nursalam dan Ferry Efendi (2008) menyatakan bahwa prinsip adult learning, yaitu:
a.
Nilai manfaat
b.
Sesuai dengan
pengalaman
c.
Masalah sehari-hari
d.
Praktis
e.
Sesuai kebutuhan
f.
Menarik
g.
Berfarisipasi aktif
h.
Kerja sama
i.
Lakukan perhatian dalam
suasana informal
j.
Variasikan metode
pembelajaran
k.
Variasikan metode
pembelajaran
l.
Arahkan dan berikan
motivasi
m.
Tunjukkan antusiasme
3. Menurut
Herman Nirwana, dkk (2002:77) keterampilan belajar adalah suatu keterampilan
yang harus dikuasai oleh seorang siswa untuk dapat sukses dalam menjalani
pembelajaran di sekolah (sukses akademik) dengan menguasai materi yang di
pelajarinya. Study skills akan bisa
diterapkan apabila peserta didik mampu membuat dirinya lebih antusias dalam sebuah
kegiatan belajar, sehingga
dengan rasa antusias tersebut peserta didik mampu memilih dan menerapkan study
skills yang sesuai dengan dirinya.
4.
Cara menerapkan cara
belajar yang sedang digunakan adalah
dengan cara mengidentifikasi kesesuaian diri dengan metode belajar yang di
minati, lakukan dan buatlah rencana
belajar dengan metode belajar yang diminati tersebut dan terakhir adalah
berusah untuk dapat merealisasikan rencan-rencana belajar yang telah dibuat (Hasrul, 2009).
5.
Menurut Hasrul (2009)
menyatakan gaya belajar merupakan suatu
kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap dan kemudian mengatur serta
mengolah informasi. Terdapat tiga tipe gaya belajar, yaitu:
a.
Visual
Cenderung
belajar melalui apa yang mereka lihat, cara
penerapanya dengan menggunakan media-media visual sebagai saran belajar seperti gambar, dan video.
Berikut
ciri-ciri modalitas belajar visual:
1.
Rapi dan teratur
2.
Berbicara dengan
cepat
3.
Perencana dan
pengatur jangka panjang yang baik
4.
Teliti terhadap
detail
5.
Mementingkan
penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi
6.
Pengeja yang baik
dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka
7.
Mengingat apa yang
dilihat, daripada yang didengar Mengingat dengan asosiasi visual
8.
Biasanya tidak
terganggu oleh keributan
9.
Mempunyai masalah
untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis dan sering kali minta
bantuan orang untuk mengulanginya
10. Pembaca cepat dan tekun
11. Lebih suka membaca daripada dibacakan
12. Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan
bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau
proyek
13. Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara ditelpon dan
dalam rapat
14. Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
15. Lupa menjawab pertanyaan dengan jawanban singkat ya atau
tidak
16. Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato
17. Lebih suka seni daripada musik
18. Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi
tidak pandai memilih kata-kata
19. Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin
memperhatikan
b.
Auditorial
Auditorial yaitu belajar melalui apa yang mereka dengar. cara
penerapanya adalah dengan cara menggunakan media-media suara sebagai saran
belajar,seperti active
listening. Berikut ciri-ciri modalitas
belajar auditorial:
1.
Berbicara kepada
diri sendiri saat kerja
2.
Mudah terganggu
oleh keributan
3.
Menggerakan bibir
mereka dan mengucapkan tulisan dibuku ketika membaca
4.
Senang membaca
dengan keras dan mendengarkan
5.
Dapat mengulangi
kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara
6.
Merasa kesulitan
untu menulis
7.
tetapi hebat dalam
bercerita
8.
Berbicara dengan
irama yang terpolah
9.
Biasanya suka musik
daripada seni
10. Belajar dengan mendengarkan dan
11. mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat
12. Suka berbicara, suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu
panjang lebar
13. Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang
melibatkan visualisasi seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama
lain
14. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
15. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
c.
Kinestetik
Kinestetik adalah
belajar melalui gerak dan sentuhan. Cara penerapanya
adalah dengan cara menggunakan media-media gerak sebagai sarana belajar
seperti: melakukan gerakan tertentu ketika belajar. Berikut ciri-ciri modalitas belajar kinestetik.
1.
Berbicara dengan perlahan
2.
Menanggapi
perhatian fisik
3.
Menyentuh orang
untuk mendapatkan perhatian mereka
4.
Berdiri dekat
ketika berbicara dengan orang
5.
Selalu berorientasi pada fisik dan banyak
bergerak
6.
Mempunyai
perkembangan awal otot-otot yang besar
7.
Belajar melalui
memanipulasi dan praktik
8.
Menghafal dengan
cara berjalan dan melihat
9.
Menggunakan jari
sebagai penunjuk ketika membaca
10. Banyak menggunakan isyarat tubuh
11. Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama
12. Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka
memang telah pernah berada di tempat itu
13. Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
14. Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot mereka
mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
15. Kemungkinan tulisannya jelek
16. Ingin melakukan segala sesuatu
17. Menyukai permainan yang menyibukkan”.
6.
Menurut Murti (2012)
berdasarkan hasil riset psikologi kognitif, para pendidik yakin, institusi
pendidikan perlu memusatkan perhatian untuk mengajarkan keteampilan berpikir
kritis kepada para mahasiswa, dan memupuk sifat-sifat intelektual mereka.
Seperti halnya cara memahami subjek lainnya, mempelajari cara berpikir kritis
meliputi dua fase: (1) internalisasi; dan (2) penerapan. Fase internalisasi
mencakup konstruksi ide-ide dasar, prinsip, dan teori-teori berpikir kritis di
dalam pikiran pebelajar. Fase penerapan mencakup penggunaan ide-ide, prinsip,
dan teori itu oleh pembelajaran di dalam kehidupan sehari-hari.
Dosen perlu memupuk dan menumbuhkan pemikiran kritis pada
setiap stadium pembelajaran, dimulai dari pembelajaran awal. Karena itu di
dalam kurikulum pendidikan kedokteran, pengem-bangan pemikiran kritis sebaiknya
dimulai sejak semester awal.
Terdapat sejumlah teknik untuk melatih ketrampilan
berpikir kritis, antara lain sebagai berikut.
a.
Analisis teks
Latihan ini memberikan kepada mahasiswa sebuah teks
tentang suatu kejadian atau cerita. Mereka diminta untuk menjelaskan hubungan
logis antara peristiwa-peristiwa di dalam cerita itu. Mereka juga diminta untuk
memberikan saran judul teks tersebut, dan memberikan tambahan isi cerita.
Kegiatan ini menuntut mahasiswa untuk berpikir logis dan memberikan alasan
terhadap setiap kejadian yang berhubungan dengan cerita. Sebagai varian dari
latihan ini, mahasiswa bisa diminta untuk memperluas cerita dengan menambahkan
tokoh (karakter) atau peristiwa yang terkait dengan cerita semula.
b.
Diskusi Socrates
Latihan ini mencakup pengaju-an pertanyaan-pertanyaan
yang dapat mence-tuskan pemikiran kritis. Latihan ini bisa dilakukan dengan
menanyakan kepada mahasiswa tentang isu-isu kompleks atau masalah-masalah
hipotetik (perumpamaan). Mahasiswa diminta untuk menganalisis konsep,
membedakan antara fakta dan asumsi, dan mengusulkan solusi yang tepat.
c.
Berpikir dari kotak masalah (Think-out-of-the
Box)
Latihan ini memberikan teka-teki dan pertanyaan kepada
mahasiswa untuk mendorong mereka berpikir kreatif yang dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis. Sebagai contoh, maha-siswa bisa diminta untuk
menggambar sejumlah titik, lalu mereka diminta untuk menghubungan titik-titik itu
dengan seminimal mungkin jumlah garis-garis lurus. Permainan ini melatih
kemampu-an mahasiswa untuk mengidentifikasi koneksi-koneksi yang kuat dari
suatu keadaan yang kompleks, dan membedakannya dengan koneksi-koneksi yang
lebih lemah, sehingga dapat melatih kemampuan untuk menemukan solusi yang lebih
baik. Permainan berpikir kritis ini bisa dilanjutkan dengan memperkenalkan
tititik-titik dengan pola yang berbeda.
7.
Suradijono (2004:31) menyatakan bahwa PBL adalah metode belajar
yang menggunakan
masalah
sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan
mengintegrasikan
pengetahuan
baru. Hamizer,
dkk (2003:45) menyatakan bahwa “Dengan menggunakan
metode PBL ini, siswa akan bekerja secara kooperatif dalam kumpulan untuk menyelesaikan masalah sebenarnya dan yang paling penting
membina kemahiran untuk menjadi siswa yang belajar secara sendiri. ”Siswa akan
membina kemampuan berfikir secara kritis, secara kontiniu berkaitan dengan
ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa PBL adalah metode pendidikan yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan kerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah didunia nyata. Simulasi masalah
digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa
sebelum
mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan
analitis, serta mampu mendapatkan dan
menggunakan secara tepat
sumber-sumber pembelajaran.
Persoalan
pemecahan masalah
terdapat langkah-langkah
pemecahan masalahnya, sebagai
berikut:
a.
Merumuskan permasalahan dengan jelas,
b. Menyatakan kembali persoalan dalam
bentukyangdapat
diselesaikan,
c. Menyusun hipotesa (sementara) dan
strategi
pemecahan masalahnya,
d. Melaksanakan
prosedurpemecahan
masalah,
e. Melakukan evaluasi
terhadap
penyelesaian.
8.
Menurut Supeni (2012)
menyatakan pembelajaran orang dewasa merupakan
kegiatan belajar mengajar yang terjadi pada orang dewasa yang umumnya
dilaksanakan diperguruan tinggi atau lembaga-lembaga pelatihan yang
kompeten.Tentu saja pembelajaran tersebut berbeda dengan pembelajaran pada
anak-anak dan remaja yang umumnya terjadi oleh campur tangan penuh dari orang
dewasa yaitu orang tua dan guru. karena umumnya mereka belum menyadari
sepenuhnya lujuan belajar mereka. Pembelajaran pada orang dewasa umumnya terjadi
oleh keinginan atau kebutuhan individu sendiri, misal mahasiswa Sl belajar
karena ingin masa depannya tejamin yaitu dapat bekerja untuk mendapatkan nafkah.
9. Menurut Gibbons (2002), self directed
learning adalah peningkatan pengetahuan,
keahlian, prestasi, dan
mengembangkan
diri dimana individu menggunakan banyak metode
dalam banyak situasi dalam setiap waktu.Self
directed learning diperlukan karena
dapat memberikan siswa kemampuan untuk mengerjakan
tugas, untuk
mengkombinasikan
perkembangan kemampuan dengan perkembangan karakter dan mempersiapkan siswa
untuk mempelajari seluruh kehidupan mereka.
Self directed learning meliputi bagaimana siswa
belajar setiap harinya, bagaimana
siswa dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang cepat
berubah, dan bagaimana siswa dapat mengambil inisiatif sendiri ketika
suatu kesempatan
tidak terjadi atau tidak
muncul. Mahasiswa memutuskan sendiri tentang .bagaimana, di
mana, dan kapan belajar tentang suatu hal yang mereka anggap merupakan hal yang
penting. Di dalam pembelajaran mandiri mahasiswa berlatih untuk
mengidentifikasi berbagai masalah yang perlu dipelajari lebih jauh
(investigation), tahu di mana harus mencari sumber-sumber belajar yang
berkaitan dengan masalah tadi, mampu menentukan prioritas dan merancang
penelusuran sumber belajar, mampu mempelajari materi yang ada di dalam sumber
belajar tadi, dan kemudian menghubungkan informasi yang telah terkumpul dengan
pokok bahasan yang sedang dipelajarinya. Ditinjau dari aspek operasional
pembelajaran mandiri diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam hal metode dan
disiplin, logika dan analitika, kolaboratif dan interdependen, sifat ingin tahu
dan terbuka, kreatif, termotivasi, persisten dan bertanggung jawab, percaya
diri dan mampu untuk belajar, serta reflektif dan sadar diri. Untuk dapat
memiliki sifat sifat yang kompleks tadi, mahasiswa harus memperoleh kesempatan
guna mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan dan kecakapannya yang
mengarah pada peningkatan pembelajaran mandiri. Keterampilan dan kecakapan tadi
meliputi kemampuan mengajukan pertanyaan, mampu untuk menilai secara kritis
setiap informasi baru, mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan dan
keterampilan diri sendiri, dan kemampuan untuk merefleksikan secara kritis
proses pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah
Dasar. No. 1. Hlm. 80. http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/MTK/article/view/3850. Diakses 21 September 2015 (21:30).
Harsono. 2008. Student-Centered Learning di Perguruan
Tinggi. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan
Profesi Kesehatan Indonesia(on-line). Vo. 3. No. 1. Hlm 5. luk.staff.ugm.ac.id/mmp/Harsono/SCLdiPT.pdf. Diakses 21 September 2015 (20:15).
Hasrul. 2009. Pemahaman Tentang Gaya Belajar. Jurnal
Medtek (on-line). Vol. 1. No. 2. erudio.ub.ac.id/index.php/erudio/article/view/135 . Diakses 21 September 2015 (20:09).
Husnidar., dkk. Penerapan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Disposisi Matematis Siswa. Jurnal Didaktik Matematika (on-line). Hlm. 73. jurnal.unsyiah.ac.id/DM/article/download/1340/1221. Diakses 21 September 2015 (21:32).
Lidinillah, Diddin Abdul Muiz. 2007. Pembelajaran
Berbasis Masalah. http://file.upi.edu/Direktori/KDTASIKMALAYA/DINDIN_ABDUL_MUIZ_LIDINILLAH_%28KD-TASIKMALAYA%29-197901132005011003/132313548%20-%20dindin%20abdul%20muiz%20lidinillah/Problem%20Based%20Learning.pdf. Diakses 21 September 2015 (23:53).
Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Problem-Based-Learning.
2012. http://fk.uns.ac.id/static/materi/Problem_Based_Learning_Prof_Bhisma_Murti.pdf. Diakses 21 September 2015 (23:45).
Murti, Bhisma. 2012. Berpikir
Kritis (Critical Thinking). Institute for Health Economic and Policy Studiesc(on-line).
fk.uns.ac.id/static/file/criticalthinking.pdf. Diakses 21 September 2015 (19:19).
Nursalam dan Ferry Efendi. 2008. Pendidikan Dalam
Keperawatan. https://id.scribd.com/doc/127737463/Nursalam-2008-Pendidikan-Dalam-Keperawatan-Jakarta-Salemba-Medika.
Diakses 21 September 2015 (23:15).
Supeni, Maria Goretti. 2012. Pembelajaran Orang Dewasa. Jurnal Utm (on-line). Vol. 36. No. 2 hlm. 62. http://jurnal.utm.ac.id/index.php/MID/article/view/210/208. Diakses 10 September 2015 (21:30).
Suryana. 2013. Model
Pembelajaran Efektif. file.upi.edu/.../196006021986011-SURYANA/FILE_16.pdf. Diakses 21 September 2015 (19:02).
Syafni,
Elgi, Yarmis Syukur, Indra Ibrahim. 2013. Masalah Belajar Siswa
Dan Penanganannya.
Konselor Jurnal Ilmiah
Konseling (on-line).
Vol. 2. No. 2. hlm. 15. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor.
Diakses 10 September 2015
(19:12).
Tanta. 2010. Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar
Mahasiswa Pada Mata Kuliah Biologi Universitas Cenderawasih. Jurnal
Kependidikan Dasar (on-line). Vol. 1. No. 1. Hlm. 19. journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kreatif/article/download/1666/1873. Diakses 21 Seotember 2015 (17:04).
0 komentar: